njajal_admob_di_blog

Pages

Sunday, September 21, 2014

Placenta Previa

Tulisan ini tidak akan membahas apa itu placenta previa, namun kelahiran anak ke-2 kami yang caessar karna placenta previa ini

---


Dua anak cukup... laki-laki perempuan sama saja... itulah jargon Keluarga Berencana.
Setelah punya gubug sendiri untuk menetap, bahkan di usia anak pertama yang sudah 8 tahun, maka keinginan untuk memiliki anak kedua menguat. Istri-pun melepas kontrasepsi IUD yang sudah 8 tahun ngendon di badannya dan 3 bulan kemudian hamilah anak kedua.

Semua berjalan seperti biasa hingga usia kehamilan 33 minggu. Senin pagi 25 Agustus 2014 bercak darah segar ditemukan istri ketika bangun tidur (nge-flek). Hari itu juga, mbolos kerja dan periksa ke RS (swasta) terdekat. Hasilnya, dokter bilang Plcanta Previa, kondisi dimana ari-ari (placenta) menutup jalan keluar bayi. Bayi tidak mungkin dilahirkan dengan jalan normal, dan harus operasi sesar (caesar), sesegera mungkin karena janin sudah seberat 3,05 kg (ala USG).
Untuk memperkuat argumentasi, dicari 2nd oppinion dari rumah sakit lain, dan hasilnya sama. Hanya rekomendasinya sedikit berbeda: tunggu selama mungkin mendekati HPL, atau keluar flek lagi. Jika flek darah muncul, maka sesegera mungkin dioperasi sesar.

Ternyata, tepat seminggu sejak flek pertama yakni Senin 1 September 2014, bukan hanya flek darah yang ditemukan istri, namun dari pagi hingga siang darah segar tidak mau berhenti. Setelah muter-muter mencari rujukan dari Puskesmas (yang ternyata tidak digunakan L), senin sore jam 17.00 ke rumah sakit terdekat untuk periksa lagi. Hasilnya: janin sudah 3,1 kg dan harus sesar, esok hari (Selasa, 2 September 2014) selepas waktu Ashar.

Selanjutnya, selasa 2 September, jam 10.30an berangkat ke RS tersebut, setelah mendaftar dan sebagainya, menunggu di kamar bangsal. Datang pemberitahuan bahwa operasi akan dilaksanakan jam 22.00an malam itu, karena menunggu kesiapan dokter “lain” (anestesi).
Jam 22.10, istri masuk ke ruang operasi, dan jam 22.38 terdengar tangis bayi dari ruang tersebut... dari luar kami bersyukur... Alhamdulillaahhh . . . Pintu ruang operasi dibuka, dan salah satu perawat berlari kesana kesini mengambil beberapa peralatan medis, yang dalam hati kami menilai : kok kurang persiapan ya . . . .
Jam 23.00an istri keluar dari ruang operasi dan kembali ke bangsal, namun adek bayi masih menunggu di dalam ruang operasi... Tidak dapat menunggu adek bayi keluar dari ruang operasi karena sudah sedemikian ngantuk, akhirnya tertidur... dan keesokan harinya (Rabu 3 September 2014) bayi mungkil kami sudah berada di ruang inkubator bayi. Informasi dari perawat :
1.      berat bayi 2,2 kg, panjang 43 cm (BBLR, padahal USG terakhir menyebutkan 3,1 kg)
2.      nafas cekung
hal kedua diatas (nafas cekung) menyebabkan bayi harus di rujuk ke rumah sakit yang lebih mampu, dipilihlah RSUD Sleman.
Jam 11.45 sampai di UGD RSUD Sleman, dan harus mendaftar ke bagian UGD. Kemudian menunggu bayi untuk ditangani lebih lanjut. Dari UGD, bayi di bawa ke bangsal bayi untuk mendapat penanganan khusus. Beruntung, tak lama kemudian ada dokter spesialis yang berkeliling memeriksa. Beberapa dokter muda dari UGM mengerumuni dokter spesialis dan menyampaikan kondisi bayi kami. Hhmmmm.... hanya dari laporan tersebut, tanpa melihat bayi, sang dokter menuliskan apa yang harus dilakukan, bahkan perawat nampak seperti sudah hafal dan menambahkan apa lagi yang kurang dari dokter, dan di iyakan oleh dokter tersebut... Berarti kondisi bayi seperti ini sudah sering ditemui hingga semua hafal dan tahu apa yang harus dilakukan. Setelah dokter keluar, barulah ada perawat yang menemui dan menyampaikan hal apa saja yang akan dilakukan beserta resiko yang mungkin muncul... karenanya persetujuan dari keluarga pasin diperlukan dalam bentuk tanda tangan. No problem. Semua langsung di tanda tangani saja....
Jam 12.15 semua selesai, masih ada waktu untuk ke kantor Jamkesda Sleman (sekitar 10 km) yang biasanya memakan waktu 30 menit karna jam macet. Mampir dahulu ke studio poto untuk mencetak poto dan foto-copy beberapa berkas, Jam 12.45 sampai di kantor Jamkesda Sleman. Setelah semua selesai, kembali lagi ke RSUD dan jam 13.20 ke kantor Jamkesda di RSUD untuk mendapat persetujuan. Tidak perlu antri lama (dibanding asuransi kesehatan milik pemerintah lain) persetujuan didapat dan berkas disampaikan ke bangsal bayi.
Capek, bingung, lapar. Mencari Masjid, sholat Duhur, dan kembali bingung... Di lantai teras bangsal, langsung ndlosor saja dan tidur hingga terbangunkan 1 jam kemudian, oleh aktifitas cleaning-service RSUD mulai bersh-2 sore hari lagi. Terbangun, menuju ruang perawat bangsal dan tanya beberapa hal... jawabnya : perkembangan baru ada di hari ke-4 setelah perawatan, dan bayi harus ada yang nenunggu... Malam hari, setelah SMS-an dengan istri di RS lain, hanya bisa tidur di kursi tunggu teras bangsal yang dingin, hingga Subuh.

Kamis, 4 September 2014, pagi hingga sore tidak ada kegiatan, kecuali melihat bayi di inkubator pada jam 10.00 s/d jam 12.00, dan tentu saja rasa harap-2 cemas. Juga jam bezoek sore (jam 16.00 s/d 18.00). Namun setelah sholat Maghrib, perawat meminta untuk menyiapkan ASI dan mengatakan bahwa kult bayi pucat, dan Hb (hemoglobin) rendah, 9,6 dari 15. Bagi dewasa, Hb bisa ditambah dengan minum juice jambu, namun untuk bayi (usia 2 hari) hanya bisa lewat transfusi, dan hanya dari darah segar (bukan darah yang didonor-kan kemarin). Beruntung golongan darah-nya sama dengan Bapak-nya dan dokter menunda transfusi esok harinya karena dianggap bukan mendesak dan perlu pengawasan “lebih”.

Jum’at, 5 September 2014 setelah mendapat pengantar dari bangsal bayi, menunggu di Bank Darah Laboratorium RSUD, dan petugas membuka pintu di jam 6.30. Ternyata, pengambilan darah hanya bisa dilakukan di PMI... hhmmmm.... Berangkat lah ke PMI dengan harapan bisa donor (setelah kurang tidur)... Alhamdulillaahh, Hb cukup dan darah bisa di ambil, dan “proses” selanjutnya memakan waktu 3 jam karna proses manual (kalau proses otomatis darah hanya menjadi 1 bag, padahal diinginkan 3 bag). Daripada menunggu, mendingan ke RS tempat istri di rawat dan sekaligus meminta ASI. Sampai di RS, istri dinyatakan sudah boleh pulang. Tentu senang, namun bagaimana pulangnya? Akhirnya harus megambil mobil ke rumah saudara, sementara istri menunggu di RS sambil memeras ASI, dan saudara lain yang menungu istri mengurus administrasi kepulangan. Biayanya? Total Rp. 6.627.000,- namun semua gratis dengan jaminan Jamkesda. Selesai menjemput dan memulangkan istri, sudah hampir jam 11.00 padahal darah di PMI dijanjikan jam 11.00. akhirnya langsung menghantar mobil pulang sekaligus mengambil motor dan kembali ke PMI. Jam 11.30 sampai di PMI, tanda tangan pengambilan darah dengan nota Rp. 1.080.000 untuk 3 bag... hufff . . . beruntung dapat di”tebus” lagi dengan lembaran merah/jingga dari Jamkesda. Langsung ke RSUD, menitipkan 2 bag darah ke Bank Darah di Laboratorium RSUD, dan membawa 1 bag sisanya ke bangsal. Karena semua sudah cukup, istirahat sejenak dan menunggu sholat Jum’at. Selesai Jum’at, kembali harus mengambil ASI untuk jam 19.00 malam nanti . . . Pulang kerumah, mandi, makan, dan lain-2. Keluarga mertua datang selepas Magrib, dan sejenak kemudian tetangga kiri-kanan pada “ngaruhke” (kebiasaan di desa, kalo ada yang pulang dari RS, tetangga selalu pada berkunjung manakala tidak sempat berkunjung ke RS). Setelah ASI siap, jam 19.00an langsung ke RSUD. Perawat mengatakan ASI cukup hingga jam 05.00 pagi!!! . . . langsung SMS istri untuk menyiapkan ASI jam tersebut.

Sabtu 6 September 2014, selepas Subuh, langsung pulang dan mengambil ASI. Dirumah tak lupa sarapan seadanya. Kembali ke RSUD, perawat mengatakan ASI cukup hingga jam 11.00.... yyaa.. SMS istri lagi untuk nyiapkan ASI jam tersebut... balasan istri, OK ASI akan dihantar ke RSUD oleh adik-nya. Lumayan lega lah... jam 11.15 ASI datang, dan perawat mengatakan cukup sampai jam 17.00... SMS istri lagi... balasannya, sore itu akan ke RSUD bersama keluarga... belom sampai jam 17.00, perawat sudah meminta ASI (sudah habis, dan bayi kami menangis) saya jawab bahwa keluarga sedang dalam perjalanan ke RS, perawat malah menyarankan langsung “netek”i bayi aja... hhmm... seneng banget denger ini...
Jam 17.15an, istri (dan keluarga) sampai di RSUD dan istri langsung ke bangsal dan mulai menyusui bayi kami untuk pertama kali. Cukup lama, 30 menit kemudian azan Magrib dan belom selesai menyusui. Selesai sholat Magrib, istri sudah diluar bangsal dan menunggu sejenak untuk memeras ASI untuk malam tersebut. ASI tersedia, namun sebelum pulang, kembali istri menyusui bayi kami. Perawat mengijinkan pulang namun harus menyediakan ASI untuk jam 07.00.pagi.... (istri belom berani tinggal di RSUD karna luka operasi sessar belom membaik dan belom ada ruang tunggu untuk tidur ibu menyusui).

Minggu 7 September 2014, selepas Subuh kembali pulang mengambil ASI. Sampai di rumah, mandi, sarapan, dan siap-siap. Ternyata istri memilih untuk ikut ke RSUD dan menyusui bayi kami. Jam 08.00 sampai di RSUD dan langsung ke bangsal. Tentu sudah di tunggu perawat untuk langsung menyusui. Selesai menyusui, menyusun rencana selanjutnya: istri siap tinggal di RSUD dengan ditemani (istri belom bisa berjalan dengan normal). Siang hari, istri saya ajak jalan-jalan orientasi sekitar RSUD. Dan sore hari, memeras ASI untuk persiapan pulang mengambil peralatan menginap lain. Setelah cukup, menunggu waktu menyusui dan kemudian pulang. Namun kami harus kembali jam 01.00 untuk menyusui bayi. Sesampai di rumah, saya coba beristirahat, namun tidak bisa. Setelah jam 23.00, kami bersiap kembali ke RSUD dan sampai di RSUD jam 01.00... ternyata ASI sudah habis sejak jam 21.00. Selesai menyusui, istri harus tidur di teras bangsal dengan sleeping bag (yang selama ini saya pakai). Hari itu, dari pagi hingga sore rasanya saya dapat cukup tenang.

Senin 8 September 2014, setelah menghantar istri membeli sarapan dan menyiapkan kebutuhan lain (terutama air mineral) saya pamit pulang untuk mencoba ke tempat kerja. Jam 10.00 sampai di tempat kerja, dan langsung tidur di dapur. Bangun di waktu Zuhur, ternyata sudah ada 2 SMS istri yang masuk. Ke kantor dulu menyelsaikan sedikit pekerjaan yang selama ini tidak ada yang bisa menghandle, selesai dan pulang. Sampai di rumah, menyiapkan pesanan istri, dan berangkatlah ke RSUD. Selanjutnya, saya hanya mengobrol dengan sesama penunggu pasien sementara istri yang mengurus bayi kami. Malam itu, istri sudah mendapat tempat tidur di dalam ruang yang disesiakan bagi ibu yang menyusui.

Selasa, 9 September 2014, bagi saya semua berjalan seperti biasa. Setelah mendapat hasil Laboratorium, infus bayi di lepas dan makanan hanya mengandalkan ASI. Ini tentu berita bagus bagi perkembangan bayi. Namun hasil Lab yang lain, bilirubin cukup tinggi, sehingga bayi harus di sinar Ultra Violet. Ini dilakukan 2 x 12 jam. Menunggu persetujuan dokter, penyinaran dilakukan hari Selasa (jam 11.00 s/d 23.00) dan Rabu (jam 07.00 s/d 19.00). Selama penyinaran, ASI diberikan lewat pipet sehingga kembali harus di peras. Sekali pemberian ASI saat ini adalah 30cc sehingga cukup kewalahan juga saat itu karna ASI belom begitu lancar, dan pemberian ASI maksimal 2 jam, atau kalau bayi menangis (sebelum 2 jam).

Kamis 11 September 2014, semua sudah dilalui. Namun hari itu tidak ada informasi baru karena tidak ada kunjungan dokter. Hanya informasi kalau berat bayi turun menjadi 1,9 Kg. Perawat mengatakan kalau ingin pulang, berat bayi harus pada angka minimal bayi lahir (2,5 Kg) atau 3 hari berturut-turut tidak turun.

Jum’at, 12 September 2014 kembali tidak ada kunjungan dokter. Ternyata dokter mengikuti pelatihan 3 hari di RSUP dr. Sardjito hingga Sabtu. Saya pamit pulang karna istri siap menunggu. Sampai dirumah, menjemput anak sulung dari sekolah. Ta lama kemudian ada SMS dari istri: dokter datang dan sudah boleh pulang. Hura.... tentu gembira.... SMS balasan berbunyi: OK, habis Jum’at kita jemput. Selesai sholat Jum’at langsung bersiap menjemput. Sebelum berangkat, di kamar disiapkan lampu belajar dengan bohlam 5 watt untuk pemanas. Sesampai di RSUD, langsung fotocopy ini-itu, ngurus ke bagian sana-sini, dan selesailah semua. Berpamitan kepada perawat, “tetangga” tempat menginap istri, dan pulang. Sampai di rumah jam 14.30, kondisi bayi nampak begitu lemah, tanpa tenaga.

Sabtu, 13 September 2014 selepas Ashar, untuk pertama kali saya lihat bayi kecil kami menggelengkan kepala ke kini-kanan untuk mencari ASI. Bagi saya, ini sudah merupakan perkembangan karna nampak bayi kecil kami sekarang sudah cukup memilik tenaga untuk hal tersebut.

Senin 15 September 2014, kontrol ke RSUD dan dokter menyatakan bayi sehat, Alhamdulillaah. Pesannya, jangan kena angin, jangan boleh di sentuh “sembarang” tangan. Timbangan bayi menunjukkan angka 2,2 Kg. Wow juga tentunya ...

Kamis 18 September 2014, pertama kalinya bayi ditimbang di Posyandu, dan menunjukkan angka 2,7 Kg.
Selanjutnya, hingga kini Alhamdulillaah semua berjalan dengan cukup baik. Perkembangan bayi dan kepulihan istri cukup bagus. Namun mertua menyarankan untuk tidak terburu-buru mengadakan aqiqah hingga bayi bener-bener sehat, selain juga harga kambing memang sedang mahal (menjelang idul Adha nih). Hingga kini, imunisasi juga belom diberikan karna kami masih menunggu berat bayi kami lebih dari 3 Kg untuk imunisasi pertama. Mungkin sedikit terlambat, namun pertimbangan lain dan beberapa saran merujuk demikian.

Terimakasih kepada semua pihak atas bantuanya dalam kelahiran bayi ke-2 kami...